Akibat Durhaka Kepada Orang Tua
Setiap manusia mendambakan kebahagiaan dan kesuksesan,
terhindar dari kesengsaraan dan kegagalan di dunia dan akhirat. Di sinilah
pentingnya kita mengenal secara baik akibat-akibat durhaka kepada orang tua,
selain mempersiapkan bekal dan perangkat yang profesional untuk menggapai
cita-cita.
Tidak jarang kita
saksikan anak yang durhaka pada orang tuanya, ia harus menghadapi
kendala-kendala yang berat, sulit meraih kebahagiaan dan kesuksesan dalam
hidupnya. Belum lagi ia harus dan pasti menghadapi penderitaan yang berat saat
sakratul maut, dan ini pernah terjadi di zaman Rasulullah saw. Beliau sendiri
tak sanggup membimbingnya untuk mempertahankan keimanannya kecuali setelah
ibunya memaafkan.
Tidak sedikit juga anak yang durhaka, ia sangat sulit
menemukan dan merasakan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidupnya sekalipun ia
memiliki kemampuan profesional dan berkecukupan dalam materi. Bahkan tidak
jarang di antara mereka hampir-hampir putus asa dalam hidupnya akibat
kedurhakaannya terhadap kedua orang tuanya. Fakta dan kenyataan yang kita
jumpai dalam kehidupan keseharian bahwa dalam kehidupan ini penuh dengan
energi, yang positif dan negatif, yang dapat menolong kita atau sebaliknya
menghantam kekuatan kita. Sehingga kita kehilangan kendali, gelap dan tak mampu
melihat rambu-rambu kebahagian dan kesuksesan yang sejati.
Kenyataan inilah yang rambu-rambunya sering
diungkapkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta Ahlul baitnya (sa). Kita mesti
menyadari bahwa mata lahir kita, bahkan pikiran kita, punya keterbatan untuk
menyoroti rambu-rambu itu. Karena rambu-rambu itu jauh berada di atas kemampuan
sorot mata lahir dan analisa pikiran. Yang mengetahui semua itu secara sempurna
hanya Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang suci dari Ahlul bait Nabi saw.
Tolok Ukur durhaka kepada orang tua Allah swt
berfirman: “Jika salah seorang di antara mereka telah berusia lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali jangan kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan ‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka, ucapkan kepada mereka
perkataan yang mulia.” (Al-Isra’: 23).
Salah seorang sahabat pernah bertanya kepada
Rasulullah saw: Apakah ukuran durhaka kepada kedua orang tua? Rasulullah saw
menjawab: “Ketika mereka menyuruh ia tidak mematuhi mereka, ketika mereka
meminta ia tidak memberi mereka, jika memandang mereka ia tidak hormat kepada
mereka sebagaimana hak yang telah diwajibkan bagi mereka.” (Mustadrak Al-Wasâil
15: 195)
Rasulullah saw pernah bersabda kepada Ali bin Abi
Thalib (sa): “Wahai Ali, barangsiapa yang membuat sedih kedua orang tuanya,
maka ia telah durhaka kepada mereka.” (Al-Wasail 21: 389; Al-Faqîh 4: 371)
A. Tingkatan Dosa durhaka pada orang tua
Rasulullah saw bersabda: “Dosa besar yang paling besar
adalah syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua…” (Al-Mustadrak
17: 416)
Rasulullah saw
bersabda: “Ada tiga macam dosa yang akibatnya disegerakan, tidak ditunda pada
hari kiamat: durhaka kepada orang tua, menzalimi manusia, dan ingkar terhadap
kebajikan.” (Al-Mustadrak 12: 360)
Rasulullah saw bersabda: “…Di atas setiap durhaka ada
durhaka yang lain kecuali durhaka kepada orang tua. Jika seorang anak membunuh
di antara kedua orang tuanya, maka tidak ada lagi kedurhakaan yang lain di
atasnya.” (At-Tahdzib 6: 122)
B. Akibat-akibat durhaka kepada orang tua
Durhaka kepada orang tua memiliki dampak dan akibat
yang luar bisa dalam kehidupan di dunia, saat sakratul maut, di alam Barzakh,
dan di akhirat. Akibat itu antara lain:
1.
Dimurkai oleh Allah
Azza wa Jalla
Dalam hadis Qudsi Allah swt berfirman: “Sesungguhnya
yang pertama kali dicatat oleh Allah di Lawhil mahfuzh adalah kalimat: ‘Aku
adalah Allah, tiada Tuhan kecuali Aku, barangsiapa yang diridhai oleh kedua
orang tuanya, maka Aku meri¬dhainya; dan barangsiapa yang dimurkai oleh
keduanya, maka Aku murka kepadanya.” (Jâmi’us Sa’adât, penghimpun kebahagiaan,
2: 263).
2.
Menghalangi doa dan
Menggelapi kehidupan
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “…Dosa yang
mempercepat kematian adalah memutuskan silaturrahmi, dosa yang menghalangi doa
dan menggelapi kehidupan adalah durhaka kepada kedua orang tua.” (Al-Kafi 2:
447)
3.
Celaka di dunia dan
akhirat
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Durhaka kepada
kedua orang tua termasuk dosa besar karena Allah Azza wa Jalla menjadikan dalam
firman-Nya sebagai anak yang durhaka sebagai orang yang sombong dan celaka:
“Berbakti kepada ibuku serta Dia tidak menjadikanku orang yang sombong dan
celaka, (Surat Maryam: 32)” (Man lâ yahdhurul Faqîh 3: 563)
4.
Dilaknat oleh Allah swt
Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib
(sa): “Wahai Ali, Allah melaknat kedua orang tua yang melahirkan anak yang
durhaka kepada mereka. Wahai Ali, Allah menetapkan akibat pada kedua orang
tuanya karena kedurhakaan anaknya sebagaimana akibat yang pasti menimpa pada
anaknya karena kedurhakaannya…” (Al-Faqîh 4: 371)
Ya Allah, jangan jadikan daku orang yang menyebabkan
kedua orang tuaku dilaknat oleh-Mu karena kedurhakanku pada mereka. Ya Allah,
jadikan daku anak yang berbakti kepada kedua orang tuaku sehingga Engkau
sayangi mereka karena kebarbaktianku pada mereka.”
Duhai saudaraku, di sinilah letak hubungan erat yang
tak terpisahkan antara kita dan kedua orang tua kita. Betapa pentingnya
menanamkan pendidikan akhlak yang mulia pada anak-anak kita, sehingga kita
meninggalkan warisan yang paling berharga yaitu anak-anak yang saleh, yang
dapat mengalirkan kebahagiaan dan kedamaian pada kita bukan hanya di dunia tetapi
juga di alam Barzakh dan akhirat.
5.
Dikeluarkan dari
keagungan Allah swt
Imam Ali Ar-Ridha (sa) berkata: “Allah mengharamkan
durhaka kepada kedua orang tua karena durhaka pada mereka telah keluar dari
pengagungan terhadap Allah swt dan penghormatan terhadap kedua orang tua.”
(Al-Faqih 3: 565)
6.
Amal kebajikannya tidak
diterima oleh Allah swt
Dalam hadis Qudsi Allah swt berfirman: “Demi
Ketinggian-Ku, keagungan-Ku dan kemuliaan kedudukan-Ku, sekiranya anak yang
durhaka kepada kedua orang tuanya mengamalkan amalan semua para Nabi, niscaya
Aku tidak akan menerimanya.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 263).
7.
Shalatnya tidak
diterima oleh Allah swt
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Barangsiapa yang
memandang kedua orang tuanya dengan pandangan benci ketika keduanya berbuat
zalim kepadanya, maka shalatnya tidak diterima.” (Al-Kafi 2: 349).
8.
Tidak melihat
Rasulullah saw pada hari kiamat
Rasulullah saw bersabda: “Semua muslimin akan
melihatku pada hari kiamat kecuali orang yang durhaka kepada kedua orang
tuanya, peminum khamer, dan orang yang disebutkan nama¬ku lalu ia tidak
bershalawat kepadaku.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 263).
Na’udzubillâh, semoga kita tidak tergolong kepada
mereka yang tidak diizinkan untuk berjumpa dengan Rasulullah saw dan Ahlul
baitnya (sa), karena hal ini harapan dan idaman bagi setiap muslimin dan
mukminin. Sudah tidak berjumpa di dunia, tidak berjumpa pula di akhirat.
Na’udzubillâh, semoga kita semua dijauhkan dari akibat ini.
9.
Diancam dimasukkan ke
dalam dua pintu neraka
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang membuat
kedua orang tuanya murka, maka baginya akan dibukakan dua pintu neraka.”
(Jâmi’us Sa’adât 2: 262).
10. Tidak akan mencium aroma surga
Rasulullah saw bersabda: “Takutlah kamu berbuat
durhaka kepada kedua orang tuamu, karena bau harum surga yang tercium dalam
jarak perjalanan seribu tahun, tidak akan tercium oleh orang yang durhaka
kepada kedua orang tuanya, memutuskan silaturahmi, dan orang lanjut usia yang
berzina…” (Al-Wasâil 21: 501)
11. Menderita saat Saktatul maut
Penderitaan anak yang durhaka kepada orang tuanya saat
sakratul mautnya pernah menimpa pada salah seorang sahabat Nabi saw. Berikut
ini kisahnya:
Kisah nyata di zaman
Nabi saw
Pada suatu hari Rasulullah saw mendatangi seorang
pemuda saat menjelang kematiannya. Beliau membimbingnya agar membaca kalimat
tauhid, Lâilâha illallâh, tapi pemuda itu lisannya terkunci.
Rasulullah saw bertanya kepada seorang ibu yang berada
di dekat kepala sang pemuda sedang menghadapi sakratul maut: Apakah pemuda ini
masih punya ibu?
Sang ibu menjawab: Ya, saya ibunya, ya Rasulullah.
Rasulullah saw bertanya
lagi: Apakah Anda murka padanya?
Sang ibu menjawab: Ya,
saya tidak berbicara dengannya selama 6 tahun.
Rasulullah saw
bersabda: Ridhai dia!
Sang ibu berkata: Saya
ridha padanya karena ridhamu padanya.
Kemudian Rasulullah saw
membimbing kembali kalimat tauhid, yaitu Lâilâha illallâh.
Kini sang pemuda dapat mengucapkan kalimat Lâilâha illallâh.
Rasulullah saw bertanya
pemuda itu: Apa yang kamu lihat tadi?
Sang pemuda menjawab:
Aku melihat seorang laki-laki yang berwajah hitam, pandangannya menakutkan,
pakaiannya kotor, baunya busuk, ia mendekatiku sehingga membuatku marah
padanya.
Lalu Nabi saw
membimbinnya untuk mengucapkan doa:
يَا مَنْ يَقْبَلُ
الْيَسِيْرَ وَيَعْفُو عَنِ الْكَثِيْرِ، اِقْبَلْ مِنِّى الْيَسِيْرَ وَاعْفُ
عَنِّي الْكَثِيْرَ، اِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
“Wahai Yang Menerima
amal yang sedikit dan Mengampuni dosa yang banyak, terimalah amalku yang
sedikit, dan ampuni dosaku yang banyak, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan
Maha Penyayang.”
Sang pemuda kini dapat
mengucapkannya.
Nabi saw bertanya lagi:
Sekarang lihatlah, apa yang kamu lihat?
Sang pemuda menjawab:
sekarang aku melihat seorang laki-laki yang berwajah putih, indah wajahnya,
harum dan bagus pakaiannya, ia mendekatiku, dan aku melihat orang yang berwajah
hitam itu telah berpaling dariku.
Nabi saw bersabda: Perhatikan lagi. Sang pemuda pun memperhatikannya. Kemudian
beliau bertanya: sekarang apa yang kamu lihat?
Sang pemuda menjawab: Aku tidak melihat lagi orang yang berwajah hitam itu, aku
melihat orang yang berwajah putih, dan cahayanya meliputi keadaanku. (Bihârul
Anwâr 75: 456).